Muhammad Hasan Tiro dan sejumlah intelektual Aceh mendirikan sebuah ‘negara’ bernama "Negara Aceh, Sumatra".
Simpatisan Aceh Merdeka mulai mengibarkan bendera di Banda Aceh dan Aceh Timur. Mereka juga menyebarkan brosur propaganda.
Rapat-rapat gelap simpatisan Aceh Merdeka dicium aparat keamanan Indonesia. Mereka melarikan diri ke hutan-hutan. Inilah awal meletusnya pemberontakan.
Kelompok Aceh Merdeka menarik pajak dari pengusaha lokal dan asing untuk dana pemberontakan. Insiden penyerangan dan penyergapan bos-bos perusahaan bermunculan.
Jelang Pemilu 1977, Gubernur Aceh Muzakkir Walad dan Panglima Kodam Iskandar Muda Brigjen RA Saleh menyerukan agar masyarakat tidak terbujuk kelompok Aceh Merdeka.
Pendukung Aceh Merdeka membangun radio pemancar di kamp Alue Seupot, pedalaman Tiro, Aceh.
Hasan Tiro meninggalkan Aceh menuju Singapura. Sebelumnya, dia membuat dekrit kepemimpinan kepada bawahannya. Dia kemudian mendapat suaka politik di Swedia.
ABRI (kini disebut TNI) menggempur lokasi persembunyian sejumlah pimpinan Aceh Merdeka. Beberapa dari mereka meninggal dunia.
Sejumlah pimpinan Aceh Merdeka, seperti Zaini Abdullah, mengikuti langkah Hasan Tiro menetap di Swedia. Sebagian lainnya memilih Malaysia.
Hasan Tiro menjadikan Libia sebagai tempat pelatihan calon pasukan komando. Kelak mereka dikirim ke Aceh untuk melanjutkan perjuangan bersenjata.
Satuan bersenjata Aceh Merdeka eks pelatihan di Libia menyusup ke Aceh. Aksi serangan pos TNI dan perebutan senjata TNI dimulai.
Aceh ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Pemerintah Indonesia menambah 5.000 prajurit sehingga ada 12.000 pasukan TNI di Aceh.
Muncul suara-suara dari kampus agar status DOM dicabut, salah-satu di antaranya disuarakan Rektor Universitas Syiah Kuala, Dayan Dawod.
Presiden BJ Habibie mencabut status DOM Aceh. Di Lhokseumawe, Pangab Jenderal Wiranto meminta maaf atas pelanggaran TNI.
Komnas HAM menyebut terjadi pelanggaran HAM selama Aceh dijadikan DOM. Ada 781 orang meninggal akibat kekerasan, 163 orang hilang, 368 orang dianiaya, serta 102 diperkosa.
Presiden BJ Habibie berusaha mendinginkan tensi politik di Aceh dan berjanji mengakomodir tuntutan autonomi Aceh. Sabang ditetapkan sebagai kawasan pengembangan ekonomi terpadu.
Satu juta orang di Aceh yang dihadirkan Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) menuntut referendum.
Presiden Abdurrahman Wahid mengutus Sekretaris Negara, Bondan Gunawan, menemui Panglima GAM Teungku Abdullah Syafii guna membicarakan penyelesaian konflik.
Perjanjian damai pertama antara Indonesia dan GAM difasilitasi Henry Dunant Center for Humanitarian Dialogue (HDC).
‘Jeda Kemanusiaan’ di Aceh
Moratorium on Violence dan setelahnya Damai Melalui Dialog.
Damai Melalui Dialog dan tercapainya kesepakatan Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) di Jenewa.
Presiden Megawati Soekarnoputri memberlakukan Darurat Militer (DM) usai CoHA alami kebuntuan dalam perundingan lanjutan di Tokyo, Jepang.
Gempa dan tsunami di Aceh mengakibatkan sekitar 150.000-170.000 orang meninggal dunia. Konflik bersenjata terhenti. Tsunami Aceh memicu upaya perdamaian GAM dan pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia dan GAM menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, menyudahi kekerasan di Aceh.