Core include appears below:
PKI didirikan di Semarang, sebagai penjelmaan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) yang didirikan Henk Sneevliet enam tahun sebelumnya.
Semaun terpilih sebagai ketua, dan Darsono sebagai wakil ketua. Tan Malaka kemudian bergabung.
Menghadapi tindakan represi pemerintah Hindia Belanda, PKI melancarkan pemberontakan, walaupun ditolak Tan Malaka. Pada November 1926 aksi kekerasan meletus di Jawa Barat dan di Sumatera Barat, Maret 1927. Gagal. Para pemimpinnya dibuang ke Digul, Papua.
PKI terus bergerak di bawah tanah (ilegal). Musso, wakil Komintern di Indonesia, diyakini datang ke Surabaya, membangun lagi kekuatan PKI sebagai kekuatan anti-fasis. Amir Sjarifuddin termasuk orang yang dibinanya.
Sejumlah anggota PKI ilegal, yang terlibat gerakan bawah tanah melawan Jepang, ditangkap dan sebagian dihukum mati. Amir Sjarifuddin selamat setelah Sukarno-Hatta turun tangan. Beberapa pemuda, termasuk DN Aidit dan MH Lukman, dipengaruhi komunisme.
Ketika persiapan proklamasi kemerdekaan, sejumlah kader komunis terlibat untuk melicinkan jalannya. Aidit dan Wikana adalah di antaranya. Bersama MH Lukman dan lain-lain, Aidit juga ikut mengorganisasi rapat umum Ikada (September 1945).
PKI dihidupkan lagi oleh Moh. Jusuf dkk. Dua bulan kemudian, terjadi peristiwa Tiga Daerah di Tegal, Brebes dan Pekalongan. Sejumlah pemimpin dan pemuda komunis (termasuk MH Lukman) terlibat.
Sejumlah tokoh PKI yang pernah dibuang ke Digul melakukan pembersihan. PKI Jusuf dianggap tidak sesuai garis komunis internasional. Pada Maret 1946, lahir pengurus baru PKI yang dipimpin Sardjono.
Pemerintahan Sayap Kiri, diawali Sutan Sjahrir dan diakhiri Amir Sjarifuddin, berakhir. Pada Januari 1948, Amir meletakkan jabatan sebagai perdana menteri. Politik diplomasi yang ditempuh mereka berakhir dengan kekacauan.
Dilatari rivalitas kelompok kiri dan kanan, perselisihan antar kesatuan tentara, gejolak revolusi, serta atmosfer Perang Dingin, pimpinan tentara pro-PKI mengumumkan pemerintahan baru di Madiun. Pemerintahan Hatta, yang didukung Sukarno, menudingnya sebagai pemberontakan dan menanggapinya dengan menggelar operasi militer. PKI menolak tuduhan itu, melainkan sebagai tindakan membela diri.
Hancur akibat peristiwa Madiun, PKI mencoba bangkit. Pada Januari 1951, DN Aidit, MH Lukman, Nyoto, dan Sudisman memimpin pemberontakan internal PKI, dan berhasil menggusur para pemimpin lama.
Kongres kelima PKI, Maret 1954, Aidit dkk mengubah total kebijakan dan strategi PKI ‘lama’. Mereka menempuh taktik kerja sama dengan sejumlah partai dan tidak melulu berkonsentrasi merebut kekuasaan.
PKI mengumumkan pengakuan resmi terhadap Pancasila, termasuk menerima sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa‘, sehingga menyulut kontroversi.
Pada Pemilu 1955, PKI muncul sebagai partai keempat terbesar yang duduk di parlemen, memiliki 16,4% dari total suara nasional.
Anggota PKI tumbuh dari 165.000 menjadi 1,5 juta.
Bersikap fleksibel, PKI mendukung rezim yang didominasi Sukarno dan Angkatan Darat dalam bentuk Demokrasi Terpimpin, kembali ke UUD 1945.
PKI dibubarkan dan setidaknya setengah juta orang-orang yang dituduh komunis dibantai. Ini menyusul pembunuhan sejumlah perwira Angkatan Darat pada akhir September 1965 dan kudeta yang gagal. Rezim baru Suharto menuduh PKI di balik semuanya, walaupun terus bermunculan berbagai teori baru yang menyangsikan tuduhan itu.
...there we go.