Konflik tambang di Indonesia

Organisasi nirlaba Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat 45 kasus konflik tambang sepanjang 2020 atau meningkat empat kali lipat dari tahun sebelumnya. Sebanyak 13 di antaranya melibatkan aparat kepolisian.

Warga penolak tambang emas PT Bumi Suksesindo (PT BSI), Banyuwangi, Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka perusakan setelah terjadi bentrok dengan pihak perusahaan yang juga berujung pada penganiayaan warga.

Sedikitnya 13 orang di Bangka Belitung dilaporkan PT Timah ke aparat kepolisian dengan tuduhan menghalang-halangai aktivitas pertambangan yang diatur dalam Pasal 162 UU Minerba.

Setidaknya 11 orang ditangkap saat menggelar aksi Hari Buruh di kawasan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) Halmahera Tengah, Maluku Utara, pada 1 Mei 2020. Aksi ini berujung pembakaran warung, pos, smelter dan salah satu mobil. Terduga pembakar dijerat KUHPidana.

Dalam aksi tersebut, buruh menuntut beberapa permintaan, di antaranya tolak pemutusan hubungan kerja, kembalikan izin resmi untuk buruh di PT IWIP, PT IWIP harus melakukan pembatasan sosial (lockdown) selama masa pandemi Covid-19 dan bayar upah pokok 100 persen, dan lainnya.

Sebanyak tiga orang nelayan yang melakukan aksi merobek amplop berisi uang sebagai penolakan ganti rugi perusahaan tambang PT Boskalis dijerat dengan Pasal 35 UU Mata Uang. Nelayan dituduh merendahkan mata uang. Namun, pihak nelayan mengklaim tak tahu bahwa di dalam amplop terdapat uang.

Penangkapan 11 orang yang terdiri dari tujuh nelayan, tiga aktivis pers mahasiswa, dan satu aktivis lingkungan dalam aksi penolakan tambang PT Boskalis di Makassar. Seorang peserta aksi diduga dianiaya polisi dengan tuduhan meledakkan bom molotov.

Sebanyak 12 orang peserta aksi protes terhadap PT Virtue Dragon dijerat Pasal 170 KUHP tentang tindakan pengrusakan dan sejumlah pasal lainnya oleh Polda Sulawesi Tenggara. Aksi damai berujung rusuh di kawasan industri Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara.